Javanese Traditional Clothing Yogyakarta Palace Culture (The Implications for Guidance and Counseling Services)

Authors

  • Agus Basuki Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

Keywords:

Busana Adat, lambang identitas, kolektivitas

Abstract

Traditional clothing as traditional clothing in the Special Region of Yogyakarta is important because there is a symbol of identity inherent in the clothing, so that it is not only a body protector, and aesthetic value but also a religious meaning that needs to be understood for the wearer. This research approach is with a qualitative approach that aims to describe traditional clothing to instill local wisdom. Research to reveal the semiotic message of historical objects in the palace environment or remains of the palace is part of the focus of study in the field of science itself. Investigating signs not only provides a way to see messages as communication; they have a powerful influence on almost all perspectives. The result of the study is the concept of “ajining sariro dumuning busono”, which means that a person's physical body will be appreciated if wrapped in appropriate clothing. Deserving is not enough to mean expensive and luxurious, but it is quite polite and appropriate to the environment. Each social group has different dress traditions. Each social group has different dress traditions. The group's clothing is a collective pride and greatness as shown by the clothes of the Ngayogyakarta palace. Therefore one should be able to carry oneself in dress.  How to dress flexibly will make it easy for people to get along with the community or social layer. Clothing depicts a person's soul that is very easy for others to judge.  Good and modest manners and dress can make a person respectable.  This meaning is extracted from “Surjan” clothing from the word “siro+jan” which means  “pepadhang” or lamp

Pakaian adat seperti pakaian adat di Daerah Istimewa Yogyakarta penting karena terdapat simbol identitas yang melekat pada pakaian tersebut, sehingga tidak hanya pelindung tubuh, dan nilai estetika tetapi juga makna religius yang perlu dipahami bagi masyarakat. pemakai. Pendekatan penelitian ini dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan pakaian adat guna menanamkan kearifan lokal. Penelitian untuk mengungkap pesan semiotika benda-benda bersejarah di lingkungan keraton atau peninggalan keraton merupakan bagian dari fokus kajian dalam bidang ilmu itu sendiri. Menyelidiki tanda tidak hanya menyediakan cara untuk melihat pesan sebagai komunikasi; mereka memiliki pengaruh yang kuat di hampir semua perspektif. Hasil dari penelitian ini adalah konsep “ajining sariro dumuning busono” yang artinya tubuh jasmani seseorang akan dihargai jika dibalut dengan pakaian yang pantas. Layak tidak cukup berarti mahal dan mewah, tetapi cukup sopan dan sesuai dengan lingkungan. Setiap kelompok sosial memiliki tradisi berpakaian yang berbeda. Setiap kelompok sosial memiliki tradisi berpakaian yang berbeda. Busana kelompok merupakan kebanggaan dan kebesaran kolektif seperti yang ditunjukkan oleh busana keraton Ngayogyakarta. Oleh karena itu seseorang harus dapat membawa diri dalam pakaian. Cara berpakaian yang luwes akan memudahkan masyarakat untuk bergaul dengan masyarakat atau lapisan sosial. Busana menggambarkan jiwa seseorang yang sangat mudah dinilai oleh orang lain. Tata krama dan pakaian yang baik dan sopan dapat membuat seseorang terhormat. Makna ini disarikan dari pakaian “surjan” dari kata “siro+jan” yang berarti “pepadhang” atau pelita.

References

Creswell, J. W. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (3rd ed.). Sage Publications, Inc

Giri, I. M. A. (2020). Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sebagai Solusi Degradasi Bangsa. Purwadita: Jurnal Agama Dan Budaya, 4(1), 59-66

Geertz, Hidred (1983) Keluarga Jawa, Jakarta Pusat: Grafiti Pers.

Kholis, N. (2019). Pakaian Taqwa: Representasi Agama Dan Budaya Di Pusat Kekuasaan Jawa. Harmoni, 18(2), 116-127.

Ma’as, Ayu Amalya & Yulliati, Dwi (2013). Diplomasi Kebudayaan antara Keraton Yogyakarta dan Pemerintah Kolonial Belanda pada Masa Pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII, 1921-1939. Jurnal Historiografi, Vol.1, No.2.2020. pp 143-152

Umanailo, M. C. B. (2020). The energy in the context of social. In Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, 0 (March) (pp. 2503-2508).

Widhiastanto, Y. (2016). Pakaian Masyarakat Jawa Kuno Sebagai Sumber Pembelajaran. Kalpataru: Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, 2(1), 88-94.

Widyastuti, S. H. (2015). Latar Sosial Dan Politik Penggunaan Busana Adat Dan Tatakrama Di Surakarta Dalam Serat Tatakrama Kedhaton. JURNAL IKADBUDI, 4(10).

Downloads

Published

2023-07-24

Issue

Section

Articles