Bubur Suro sebagai Tradisi Keluarga dalam Perspektif Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan

Authors

  • Herman Hendrik Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Jl. Jend. Gatot Subro

Keywords:

bubur suro; tradisi keagamaan; Islam; pemajuan kebudayaan

Abstract

Di sejumlah masyarakat, dikenal tradisi-tradisi yang berhubungan dengan perayaan waktu-waktu yang dianggap penting. Salah satu tradisi seperti itu adalah tradisi bubur suro; suatu tradisi keagamaan Islam yang diselenggarakan pada bulan Muharam. Namun, tradisi bubur suro sudah mulai ditinggalkan sebagian masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (UU Pemajuan Kebudayaan) memberi ruang bagi partisipasi setiap orang dalam pemajuan kebudayaan. Kasus yang diangkat yaitu tradisi bubur suro di suatu daerah di Banten sebagai sebuah tradisi yang tadinya bersifat komunal kemudian beralih menjadi tradisi keluarga. Data yang digunakan dalam tulisan ini didapat melalui suatu penelitian kualitatif, dengan wawancara dan kajian literatur sebagai teknik pengumpulan data. Berdasarkan data yang ada, ditemukan bahwa UU Pemajuan Kebudayaan memberikan ruang bagi setiap orang untuk berperan dalam upaya-upaya pemajuan kebudayaan. Dalam pemajuan kebudayaan, terdapat upaya-upaya berupa pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Ditemukan bahwa setiap orang dapat berperan dalam aspek-aspek pelindungan dan pengembangan. Kasus bubur suro diangkat mengungkapkan bahwa, secara spesifik, peran setiap orang dalam pemajuan kebudayaan yaitu dalam aspek pelindungan, lebih spesifik lagi dalam hal pemeliharaan dan penyelamatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa UU Pemajuan Kebudayaan membuka pintu bagi partisipasi masyarakat. Dengan adanya jaminan seperti itu, anggota masyarakat dapat lebih berinisiatif dalam pemeliharaan dan penyelamatan objek pemajuan kebudayaan. 

Downloads

Published

2023-06-20

Issue

Section

Articles